PAPRICA BAND AJAK UBAH POLA PIKIR LEWAT LAGUNYA ‘TAK BISA MAKAN UANG’

Minggu, 9-September-2018, 20:45


LAHAT – Mendengar lagu ‘Tak Bisa Makan Uang’ yang diciptakan oleh salah satu grup band bergenre Reggae di Kabupaten Lahat, Paprica, saya mendadak dihantarkan pada ‘Sajak Sebatang Lisong’. Sebuah sajak fenomenal milik Penyair WS. Rendra. Di mana dalam salah satu baitnya berkata seperti ini : ‘Apakah artinya kesenian,
bila terpisah dari derita lingkungan.
Apakah artinya berpikir,
bila terpisah dari masalah kehidupan.’.

Begitulah, Paprica telah membalikkan sebuah keterlelapan seni dalam buaian aroma merah jambu dan air mata. Kesenian yang kerap mentok pada zona polesan keindahan tanpa pijar cahaya pada nurani di kanan–kiri.

Dalam lagunya ‘Tak Bisa Makan Uang’ Paprica mencoba kritis pada pola pikir manusia saat ini yang kerap berpikir instant. Cukup kenyang sehari. Tampil waw dalam sekejap, tanpa berpikir jauh ke depan. Me-Nuhankan uang lebih dari segalanya, tanpa berpikir dampak yang akan terjadi pada semesta ke depan akibat dari segala keserakahan.

Dalam lagunya ini pula, Paprica diharapkan menjadi pelengkap power dari perjuangan para aktivis yang dalam pergerakannya kerap tersudut di tembok tirani. Dalam lagunya ini pula, masyarakat mulai dibangkitkan lagi pada sebuah kepercayaan bahwa seni/musisi merupakan bagian dari suara-suara mereka yang tak tersampaikan.

Tidak bisa dipungkiri, di masa saat ini zona para seniman atau musisi dominan memilih sikap apatis pada pemerintahan atau pun kancah politik. Namun, sangat disayangkan jika sebuah jalan apatisme yang dititi menjadi sebuah jalur idealisme buta. Sebab, sikap apatis yang dijalani akan menjadi sebuah langkah ketidak berdayaan jika hanya onani dengan kemeriahan diri sendiri. Secara tidak sadar, dengan berdiam diri maka wilayah seni akan diinjak-injak oleh politisi dan para penguasa. Mereka akan meremehkan seni dan menganggap seni hanya sebuah hiburan semata. Padahal seharusnya, jika memilih tidak berpolitik maka para pejuang seni dapat bergerak mengawal kebijakan penguasa dan arus perpolitikan. Lihat lagi di sekitar, banyak kepedihan, banyak ketidak adilan, banyak suara-suara terbungkam yang seharusnya bisa disuarakan, dilukiskan, dituliskan, atau di-visualisasikan oleh para seniman dan atau musisi.

Sebagai seorang yang tidak memiliki basic musisi, saya tidak bisa memberikan sebuah penilaian dari sudut estetika musik yang dihadirkan. Hanya saja, sebagai seorang penikmat, lagu ‘Tak Bisa Makan Uang’ telah diciptakan dengan lirik yang diolah secara gamblang dan jauh dari elusif, namun tetap dalam koridor puitis. Dengan begitu, pesan yang disampaikan berjalan lurus ke telinga dan hati para pendengarnya.

Saya sebagai bagian dari masyarakat yang pastinya berharap ke depan Paprica akan terus menyuarakan apa yang semestinya disuarakan lewat karya-karyanya. Begitu pula dengan musisi lainnya di Kabupaten Lahat akan selalu berkarya dan menjadi pemanggul segala harapan dan kegundahan masyarakat.

(Mengakhiri tulisan ini saya kembali meng-klik lagu ini via Souncloud)

Lahat, 09 September 2018

(AAN)

donasi relawan lahatonline.com
Bagikan ke :
Share on Facebook Share on Google+ Tweet about this on Twitter Email this to someone Share on Whatsapp

BERITA TERKINI

LAHAT DALAM POTRET

LAHAT
MERAPI TIMUR - MERAPI BARAT - MERAPI SELATAN
PULAU PINANG - GUMAY ULU - GUMAY TALANG - LAHAT SELATAN
KOTA AGUNG - MULAK ULU - MULAK SEBINGKAI - PAGAR GUNUNG - TANJUNG TEBAT
TANJUNG SAKTI PUMU - TANJUNG SAKTI PUMI

Nak Keruan Gale

Seni Budaya

Wisata

Almamater