ELVIN KURNIANSYAH (1) : MENUJU PEMILU 2019 DAMAI

Sabtu, 27-Oktober-2018, 02:18


Cita-cita demokrasi adalah untuk mensejahterakan seluruh masyarakat. Masyarakat dalam Negara yang menganut system demokrasi seperti Indonesia berada pada posisi yang amat penting, hal ini dikarenakan dalam proses pelaksanaan system demorasi tersebut masyarakat dilibatkan sepenuhnya. Dalam konteks pemilu, peran masyarakat telah diamanatkan dalam undang-undang, sebagaimana tertuang pada pasal 448 Undang-Undang PemiluTahun 2017 ayat 1 disebutkan bahwa pemilu diselenggarakan dengan partisipasi masyarakat.

Upaya pelibatan masyarakat dalam penyelenggaraan pemilu tentu perlu diapresiasi, mengingat bahwa pemilu merupakan sarana dari pelaksanaan kedaulatan rakyat untuk memilih anggota dewan perwakilan rakyat, anggota dewan perwakilan daerah, serta presiden dan wakil presiden. Pelibatan masyarakat dalam pemilu tentu merupakan bagian dari proses penguatan demokrasi serta upaya memperbaiki kualitas pelaksanan pemilu. Bawaslu sebagai penyelenggara pemilu yang diamanatkan oleh undang-undang untuk mengawasi penyelenggaraan pemilu terus berupaya membangun kekuatan bersama, menuju pelaksanaan pemilu yang berkualitas.

Hal ini dilakukan menyongsong agenda demokrasi pada pemilu serentak tahun 2019 mendatang, upaya membangun kekuatan tersebut dilakukan dengan bergerak memaksimalkan sosialisasi mengajak masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pengawasan pemilu. Gerakan sosialisasi ini juga bertujuan membangkitkan kesadaran bersama bahwa masyarakat benar-benar memiliki andil dalam proses pemilu yakni sebagai subjek bukan sebagai objek, artinya masyarakat harus menjadi pemeran bukan sebagai penonton.

Menghadapi pemilu serentak tahun 2019, tentu kita akan dihadapkan pada berbagai persoalan. Persoalan yang seringkali menyelimuti proses pelaksanaan pemilu yaitu praktik politik uang. Politik uang (Money Politic) seringkali muncul disebabkan karena tingkat pendidikan politik para kontestan dalam pemilu masih dibawah harapan, kekhawatiran kalah bersaing dalam memperoleh suara dengan kontestan lain menjadi motif terjadinya praktik politik uang. Selain itu munculnya (distrust) atau ketidak percayaan masyarakat terhadap kontestan politik. Ketidak percayaan masyarakat ini memuncak akibat dari pemberian harapan palsu oleh kontestan politik sehingga memberikan efek negatif yang pada akhirnya upaya yang dilakukan oleh kontestan politik untuk merebut kembali hati masyarakat adalah dengan melakukan praktik politik uang.

Berkaca pada pemilu tahun 2014, Badan Pengawas Pemilu menerima laporan atas pelanggaran praktik politik uang yang dilakukan oleh sejumlah kontestan politik. Namun demikian, jika sebelumnya para kontestan politik mendatangi pemilih memberikan sembako atau uang jelang pemungutan suara, kini para kontestan politik menghemat membelanjakan dana kampanye mereka dan menyediakan dana untuk menyuap penyelenggara pemilu.

Praktik politik uang ini merupakan cerminan dari sinisme pemilih yang tidak mampu berbuat apapun terhadapi integritas kandidat, sehingga harus rela menjual suara mereka dengan harga tinggi. Sinisme pemilih ini akibat dari buruknya proses seleksi kepemimpinan dalam tubuh partai politik, sehingga muncul kepemimpinan politik yang tidak diharapkan namun proses ini tidak dapat di tolak masyarakat. Dalam upaya mewujudkan pemilu yang berkualitas, penyelenggaraan pemilu telah disandarkan pada prinsip-prinsip pelaksanaan pemilu, pasal 3 undang-undangnomor 7 tahun 2017 dengan tegas memberikan mandat bahwa penyelenggaraan pemilu harus memenuhi prinsip kemandirian, kejujuran, keadilan, berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, profesional, akuntabel, serta efektif dan efisian.
Selanjutnya tujuan dari prinsip-prinsip tersebut telah terjabarkan pada pasal 4 yakni sebagai upaya memperkuat sistem ketatanegaraan yang demokratis, mewujudkan pemilu yang adil dan berintegritas, menjamin konsistensi pengaturan sistem pemilu, memberikan kepastian hukum dan mencegah duplikasi dalam pengaturan pemilu serta mewujudkan pemilu yang efektif dan efisien. Pada akhirnya, pemilu yang menjadi sarana perwujudan partisipasi politik masyarakat dan partai politik dapat diwujudkan manakala hasil pemilu yang diumumkan penyelenggara pemilu dapat diterima oleh semua pihak. Dan tentunya masyarakat dalam hal ini harus menahan diri untuk tetap menjaga kedamaian pada pemilu serentak 2019 ini karena sistem demokrasi yang dianut inipun tidak terlepas dari potensi-potensi konflik. Masyarakat yang secara alamiah terfragmentasi dalam perbedaan suku, agama, ras, dan golongan, akhirnya juga harus terfragmentasi pada afiliasi politiknya. 

Perbedaan pada satu persoalan saja terkadang jika tidak mampu kita mengelolanya maka akan menimbulkan masalah, maka dari itu perbedaan-perbedaan yang alamiah dan perbedaan yang lahir dari pilihan politik akan juga memberi kontribusi potensi konflik yang lebih luas. Untuk itulah proses pemilu serentak 2019 yang akan datang harus dapat dijalankan oleh kita semua dengan menjaga kedamaian-keamanan dan legitimasi pemilu yang kuat.

Kedamaian dalam interprestasi ini adalah adanya integrasi sosial yang kuat dalam konsepsi dan kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) harus menjadi komitmen bersama dari seluruh partisipan politik baik individu, kelompok, maupun organisasi. Kontestasi pemilu yang berlangsung dengan model dan cara kampanye hendaknya dilakukan dengan cara-cara yang tepat dan memiliki edukasi kepada masyarakat. Ciri-ciri dan model kampanye yang provokatif baik verbal, visual, dan fisik harus dihindari. 

Begitupun ketika hasil pemilu kelak melahirkan pemimpin-pemimpin baru hendaknya rakyat atau masyarakat tidak dijadikan alat untuk berkonflik baik kepada masyarakat lain atau kepada negara hanya untuk memuaskan kepentingan individu atau kelompok. Demikian pula keamanan yang menjadi prasyarat utama dalam terselenggaranya pemilu yang mendapat legitimasi kuat wajib kita wujudkan bersama. 

Perasaan intimidatif dan koruptif yang dijadikan alat untuk mengendalikan masyarakat pada pilihan-pilihan tertentu harus kita jauhi. Masyarakat harus bebas dari rasa ketakutan apapun, masyarakat harus merasa aman pada pilihan-pilihannya. Sehingga pemimpin terpilih kelak merupakan wujud doa dan representasi harapan masyarakat Indonesia yang terbaik di antara yang baik.

Demikian pula dengan Legitimasi Pemilu, jika kalau indikator damai dan aman dapat terwujud. Maka kiranya kita akan mendapatkan suatu proses pemilu yang legitimate sebagaimana prinsip dan azas-azas pemilu yang kita kenal selama ini yaitu langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Tentunya pada akhirnya kita semua memiliki tanggung jawab yang besar karena setiap kita telah diberikan ruang kekuasaan untuk berpartisipasi dalam pembangunan bangsa melalui pemilu dalam sistem demokrasi yang sepatutnya kita juga bersama-sama bertanggung jawab terhadap proses dan hasilnya untuk mewujudkan Indonesia yang Damai, Aman dan Sejuk.

Elvin Kurniansyah
Block E No 32
27.10.2018

donasi relawan lahatonline.com
Bagikan ke :
Share on Facebook Share on Google+ Tweet about this on Twitter Email this to someone Share on Whatsapp

BERITA TERKINI

LAHAT DALAM POTRET

LAHAT
MERAPI TIMUR - MERAPI BARAT - MERAPI SELATAN

LAHAT - Rabu, 27-Maret-2024 - 17:54

Guru Penggerak Terus Bertambah 

selengkapnya..

PULAU PINANG - GUMAY ULU - GUMAY TALANG - LAHAT SELATAN
KOTA AGUNG - MULAK ULU - MULAK SEBINGKAI - PAGAR GUNUNG - TANJUNG TEBAT
TANJUNG SAKTI PUMU - TANJUNG SAKTI PUMI

Nak Keruan Gale

Seni Budaya

Wisata

Almamater